Banyuasin, sriwijayaviral – Sudah lebih dari empat bulan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Talang Kelapa, yang berada di Kelurahan Sukajadi Timur, Banyuasin, tidak beroperasi.
Dilansir dari Domainrakyat.com
Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar : untuk apa fasilitas yang dibangun dengan anggaran negara jika akhirnya mangkrak dan tidak berfungsi dengan baik.
Aktivis Banyuasin, Sepriadi Pratama, menyampaikan keprihatinannya. Menurutnya, sejak awal UPPKB Talang Kelapa tidak pernah berjalan optimal.
“Awalnya saja buka seperti pasar kalangan kadang buka, kadang tutup. Sekarang sudah tutup total. Publik bertanya-tanya, sudah berapa banyak anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan dan operasional UPPKB ini, tapi hasilnya nihil,” tegas Sepriadi.
Padahal, keberadaan UPPKB sangat vital. Tujuan utamanya untuk:
Menjaga keselamatan lalu lintas, memelihara infrastruktur jalan agar tidak cepat rusak. Mencegah kerusakan akibat kendaraan kelebihan muatan.
Memastikan setiap truk mematuhi batas berat dan dimensi yang ditentukan.
Fungsi UPPKB juga jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pasal 277 menegaskan setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau tempelan yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Pasal 307 menyebutkan bahwa setiap pengemudi yang mengoperasikan kendaraan bermotor angkutan barang yang tidak memenuhi ketentuan tata cara muatan dapat dipidana dengan kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp500.000.
Sementara itu, Pasal 74 UU 22/2009 memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melakukan penghapusan registrasi kendaraan yang melanggar berat muatan secara sistematis.
Dengan aturan seketat itu, keberadaan UPPKB seharusnya menjadi benteng utama pencegahan praktik over dimension and over loading (ODOL) yang kerap merusak jalan dan mengancam keselamatan pengguna jalan lain.
Namun fakta di lapangan berbeda. UPPKB Talang Kelapa justru mati suri. Tidak ada aktivitas penimbangan. Tidak ada penindakan. Padahal jalan-jalan di Banyuasin kini semakin rawan dilalui truk-truk bermuatan berlebih.
“Kalau begini, untuk apa negara bangun UPPKB? Ini namanya pemborosan anggaran. Ada indikasi kuat proyek ini hanya jadi ajang menghabiskan APBD dan APBN tanpa niat serius menjalankan fungsinya,” kata Sepriadi.
Ia juga menuding ada misteri terselubung di balik layar yang sengaja ditutup-tutupi. “Pihak terkait seperti tutup mata. Publik tidak diberi penjelasan, kenapa UPPKB Talang Kelapa ditutup? Apakah karena masalah teknis, sumber daya manusia, atau memang ada kepentingan tertentu?” tambahnya.
Kondisi ini menambah ironi, sebab pemerintah pusat gencar mengkampanyekan zero ODOL (Over Dimension and Over Load) untuk menjaga umur jalan nasional, sementara di daerah, pos penimbangan yang menjadi ujung tombak kebijakan justru tidak berfungsi.
Sepriadi menegaskan, jika masalah ini tidak segera diungkap, ia akan mendorong aparat penegak hukum, termasuk BPK RI dan Kejaksaan, untuk mengaudit penggunaan anggaran pembangunan UPPKB Talang Kelapa.
“Ini uang rakyat. Kalau UPPKB tidak berfungsi, itu artinya ada penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas anggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” pungkasnya.
Hingga kini, pihak terkait belum memberikan penjelasan resmi. UPPKB Talang Kelapa tetap terkunci rapat, meninggalkan tanda tanya besar: benarkah hanya mangkrak, atau ada permainan lebih besar di balik senyapnya pos penimbangan tersebut?