” Diduga gudang dimiliki oleh (EW) dan dikelola oleh (BRN) sudah lama beroperasi, sering mobil tangki biru putih dan buck truk bahan keluar masuk ke dalam gudang tersebut aktivitas sering di lakukan di malam hari secara diam-diam dan mendapatkan pengawalan ketat. Namun kami cukup cemas dan takut kalau lagi lewat sini gudang terbakar atau meledak seperti yang sering terjadi.” Ujar warga. Jumat (19-September-2025)
Bahkan, laporan dari warga sekitar menyebutkan adanya dugaan keterlibatan sejumlah oknum dalam tubuh Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk kepolisian. Diduga ada mekanisme ‘setoran’ yang membuat beberapa oknum aparat melindungi jaringan mafia BBM tersebut. Hal ini memunculkan spekulasi bahwa penanganan masalah ini tidak maksimal dan terkesan ‘setengah hati’.
Pihak kepolisian dalam hal ini tentu harus mengevaluasi kinerja mereka dilapangan. Jika memang ada dugaan bahwa beberapa wilayah, terutama Ogan Ilir dilindungi oleh oknum-oknum tertentu. Maka ini menjadi masalah besar bagi institusi kepolisian itu sendiri. Kenapa bisa wilayah tersebut terlepas dari pengawasan padahal laporan masyarakat sudah banyak bermunculan? Apakah karena adanya dugaan ‘setoran’ yang mengalir ke APH? Atau adakah alasan lain yang menjadikan wilayah tersebut sulit disentuh hukum.
Di tengah terang-benderangnya dugaan ini publik dibuat geram oleh lambatnya bahkan terkesan nihil respons dari pihak berwenang. Pertanyaan fundamental yang menggantung di benak masyarakat adalah: Mengapa aparat penegak hukum terkesan diam? Apakah ada indikasi keterlibatan oknum dalam bisnis ilegal yang merusak sendi ekonomi ini? Atau, adakah kendala sistemik yang sengaja dibiarkan menghambat penindakan?
Praktik mafia BBM ini menjadi ironi pahit di tengah komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas segala bentuk praktik korupsi dan mafia. Janji pemberantasan mafia tidak boleh hanya menjadi retorika politik semata, melainkan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, tegas, dan tanpa pandang bulu di lapangan, terutama di Kabupaten Ogan Ilir di mana praktik ini diduga berjalan mulus tanpa hambatan berarti.
Sorotan tajam juga dialamatkan pada janji Kapolri yang pernah menegaskan, “Jika tidak mampu memotong ekornya, maka kepalanya saya potong.” Bagi sebagian besar masyarakat, janji tersebut kini terasa hampa, bahkan cenderung menjadi omong kosong belaka, melihat dugaan praktik mafia BBM yang masih terus berjalan tanpa hambatan berarti di Ogan Ilir.
Desakan untuk membuktikan janji tersebut dengan tindakan konkret yang menghasilkan penangkapan dan pengungkapan jaringan secara menyeluruh kini semakin nyaring terdengar. Kredibilitas institusi penegak hukum dipertaruhkan.
Sudah saatnya bagi aparat penegak hukum untuk segera melakukan investigasi menyeluruh dan transparan, menindak tegas para pelaku tanpa kompromi serta membongkar hingga ke akar-akarnya jaringan mafia BBM yang secara terang-terangan merugikan negara dan menguras kepercayaan publik.
Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat yang kini kian menipis. Kegagalan dalam menindak praktik mafia ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia dan semakin memperparah krisis kepercayaan publik terhadap aparat.